Pulau James Dan Pulau Kunta Kinteh Fort - Gambia

5. Deskripsi dan Sejarah

Orang Eropa pertama yang menemukan apa yang sebelumnya disebut Pulau James adalah navigator Portugis dalam ekspedisi kedua mereka ke Sungai Gambia pada tahun 1456. Pulau itu berisi reruntuhan bangunan yang pernah dibangun oleh kolonial Inggris dan merupakan jalur terakhir dari tanah Afrika yang dilihat penduduk asli sebelum sedang terjun ke dalam perdagangan budak transatlantik.

Daerah itu akhirnya dibeli oleh orang-orang Jerman Baltik pada tahun 1651, yang membangun benteng pertama di pulau itu dan menggunakannya sebagai basis untuk perdagangan antara Lithuania, Latvia, dan provinsi-provinsi Afrika baru ini. Belanda memegangnya secara singkat dari 1659 hingga 1661, ketika direbut oleh 'Petualang Kerajaan Inggris yang Berdagang Ke Afrika' yang memiliki piagam dari Charles II untuk mencari emas dan memperdagangkan gading dan budak. Pulau itu kemudian berganti nama menjadi calon raja James III.

Pulau James adalah pemukiman permanen pertama Inggris di Afrika, meskipun wilayah tersebut sering berpindah tangan antara Inggris dan Prancis selama dua abad berikutnya. Setelah Kerajaan Inggris mengesahkan Undang-Undang Perdagangan Budak pada tahun 1807 menghapus perbudakan, itu membangun Baterai Enam-Sen dan Fort Bullen di kedua sisi Sungai Gambia untuk menggagalkan perdagangan budak. Pulau dan situs sekitarnya akhirnya ditinggalkan pada tahun 1870.

4. Pariwisata

Pulau Kunta Kinteh, atau Pulau James, Battery dan Fort Bullen dikunjungi sebagai bagian dari tur ' Akar ' yang lebih besar, yang meliputi desa-desa terdekat Juffure dan Albreda. Ada juga museum yang didedikasikan untuk sejarah dan budaya daerah. Pulau dan bentengnya adalah situs Warisan Dunia UNESCO.

Sejak tahun 1986, Departemen Negara untuk Pariwisata dan Kebudayaan Gambia telah mendirikan International Homs Homecoming Festival tahunan. Dilakukan sebagai 'warisan minggu', acara ini bertujuan untuk mendorong Diaspora Afrika untuk mengunjungi situs-situs tersebut. Festival ini memiliki perjalanan sehari ke Pulau Kunta Kinteh, Juffureh dan Albreda.

3. Keunikan

Pengunjung di sini dapat melihat reruntuhan infrastruktur perdagangan budak, seperti gua dan penjara tempat budak dipenjara sebelum dikirim ke koloni-koloni Amerika dalam kondisi sub-manusia. Pulau Kunta Kinte dinamai sesuai dengan karakter dalam novel Roots: Kisah keluarga Amerika oleh Alex Haley, yang mengklaim bahwa Kunta Kinte didasarkan pada leluhurnya di Gambia, yang dibawa ke Amerika sebagai budak di bagian akhir dari 1700-an. Novel ini kemudian diadaptasi menjadi dua serial televisi AS.

2. Lingkungan Alami, Pemandangan, dan Suara

Pulau dan situs yang terhubung di Sungai Gambia adalah kesaksian hidup untuk berbagai aspek kolonialisme Eropa di Afrika Barat, yang berkisar antara abad ke-15 dan ke-20. Sungai adalah rute pertama ke pedalaman Afrika dan banyak digunakan dalam perdagangan budak. Semua situs termasuk desa-desa terdekat dan sisa-sisa pemukiman dan benteng Eropa terkait erat dengan awal dan akhir perdagangan budak.

1. Upaya Ancaman dan Konservasi

Pulau dan sebagian besar situs terkait sekarang sebagian besar dalam reruntuhan. Dua bangunan utama dipulihkan pada tahun sembilan puluhan dan yang lainnya dalam berbagai tingkat kerusakan telah distabilkan. Posisi terisolasi dari struktur membuat mereka relatif aman tetapi mereka sangat rentan terhadap dampak erosi laut. Zona penyangga yang berdekatan dengan situs juga membuat mereka bebas dari pengembangan yang tidak diinginkan.

Pulau dan bangunan bersejarah di Kompleks Juffureh-Albreda dilindungi secara hukum di bawah Dewan Nasional Seni dan Budaya (NCAC) Gambia. Reruntuhan membutuhkan pemantauan dan pemeliharaan yang berkelanjutan untuk memberi mereka peluang terbaik untuk bertahan hidup. Sumber daya keuangan yang diperlukan untuk tugas-tugas ini langka dan terutama berasal dari biaya masuk.